Hotspot adalah titik panas yang diindikasikan sebagai lokasi kebakaran hutan dan lahan.
Parameter ini sudah digunakan secara meluas di berbagai negara untuk memantau kebakaran hutan dan
lahan dari satelit. Cara diteksi terjadinya kebakaran hutan dan lahan adalah
dengan pengamatan titik panas hotspot. Titik panas hotspot dapat diditeksi dengan satelit
NOAA National Oceanic and Atmospheric Administration yang dilengkapi sensor AVHRR Advenced Very
Hight Resulation Radiometer.
Deteksi Hotspot (titik api) menggunakan sensor VIIRS dan MODIS pada satelit polar (NOAA20, S-NPP, TERRA dan AQUA) memberikan gambaran lokasi wilayah
yang mengalami kebakaran hutan. Satelit akan mendeteksi anomali suhu panas dibandingkan dengan sekitarnya. Observasi ini dilakukan pada siang dan
malam hari untuk masing-masing satelit. Pada daerah yang tertutup awan atau blank zone, hotspot di wilayah tersebut tidak dapat terdeteksi.
Titik panas hotspot dapat dideteksi dengan satelit NOAA yang dilengkapi sensor AVHRR yang bekerja berdasarkan
pancaran energi thermal dari objek yang diamati dari suatu areal yang bersuhu 42 o C.
Satelit ini sering digunakan untuk penditeksian wilayah tersebut karena salah satu
sensornya yang dapat membedakan suhu permukaan di darat atau laut.
Citra sebaran asap merupakan hasil analisis sebaran asap berdasarkan metode RGB (Red Green Blue) yang di overlay dengan arah dan
kecepatan angin lapisan 1000 mb, dan titik panas berdasarkan Geohotspot. Pada produk ini, wilayah sebaran asap di tandai dengan
poligon berwarna merah. Oleh karena penggunaan kanal visibel pada kombinasi RGB, produk ini hanya tersedia pada siang hingga sore hari.
Himawari 8 EH merupakan citra satelit yang memperlihatkan kelembaban
atmosfer di lapisan menengah ke atas yang dihasilkan dari radiasi infra merah di panjang gelombang 6,2 mikrometer.
selain mengetahui kelembaban udara, Himawari 8 enhanced juga menampilkan pergerakan massa udara kering yang berhembus
dari benua Australia.
Pada produk Himawari-8 EH menunjukkan suhu puncak awan yang didapat dari pengamatan radiasi pada panjang gelombang 10.4 mikrometer
yang kemudian diklasifikasi dengan pewarnaan tertentu, dimana warna hitam atau biru menunjukkan tidak terdapat pembentukan awan yang banyak (cerah),
sedangkan semakin dingin suhu puncak awan, dimana warna mendekati jingga hingga merah, menunjukan pertumbuhan awan yang signifikan dan berpotensi terbentuknya awan Cumulonimbus.
Produk turunan Himawari-8 Potential Rainfall adalah produk yang dapat digunakan untuk mengestimasi potensi curah hujan, yang disajikan berdasarkan kategori ringan, sedang, lebat, hingga sangat lebat, dengan menggunakan hubungan antara suhu puncak awan dengan curah hujan yang berpotensi dihasilkan.
Cuaca berbasis dampak atau Impact-Based Forecast (IBF) merupakan informasi prakiraan cuaca yang sudah memperhitungkan potensi dampak yang akan terjadi akibat dari cuaca. Dalam sistem IBF juga disajikan rekomendasi respon atau langkah yang harus dilakukan oleh stakeholder/user atau masyarakat terkait dampak dari dinamika cuaca tersebut.
Komponen penting dalam sistem IBF adalah risk (risiko), yang merupakan irisan antara hazard (bahaya), exposure (keterpaparan), dan vulnerability (kerentanan) Besarnya risiko sangat bergantung pada besarnya hubungan ketiga komponen tersebut: semakin erat hubungan hazard, exposure, dan vulnerability, risk akan semakin besar, dan sebaliknya. Dalam sistem IBF, risiko dibuat dalam bentuk matriks (risk matrix) untuk menentukan warning level. Berdasarkan matriks ini, warning level dibuat dengan mempertimbangkan besar kemungkinan (likelihood) dan dampak (impact).
Tingkatannya (warning level) terdiri dari sangat rendah (very low/minimal), rendah (low/minor), medium (significant), dan tinggi (high/severe). Matriks tersebut diberi warna berdasarkan tingkat urgensi risiko, yaitu hijau, kuning, oranye, dan merah. Peringatan yang dikeluarkan berisi dampak yang mungkin akan ditimbulkan berdasarkan warning level dan disesuaikan dengan warna pada matriks.
Prakiraan cuaca berbasis dampak ini sangat bermanfaat untuk mengurangi dampak risiko bencana hidrometeorologi dalam
perencanaan suatu kegiatan di semua sektor. Sistem IBF ini merupakan wujud BMKG dalam mengimplementasikan amanah WMO
(WMO Guidelines on Multi-hazard Impact-based Forecast and Warning Services, 2015), UN Hyogo Framework for Action 2005-2015,
dan UN Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030.
Selengkapnya dapat membuka halaman ini https://signature.bmkg.go.id
Citra radar cuaca potensi intensitas curah hujan yang dideteksi oleh radar cuaca. Pengukuran intensitas curah hujan (presipitasi) oleh radar cuaca berdasarkan seberapa besar pancaran energi radar yang dipantulkan kembali oleh butiran-butiran air di dalam awan dan digambarkan dengan produk Reflectivity yang memiliki besaran satuan dBZ (decibel). Makin besar energi pantul yang diterima radar maka makin besar juga nilai dBZ, dan semakin besar nilai dBZ reflectivity menunjukkan intensitas hujan yang terjadi semakin besar.
Jangkauan terjauh/maksimum produk Reflectivity dari radar BMKG adalah sekitar 240 km dari lokasi radar.
Skala dBZ pada legenda berkisar 5 - 75 yang dinyatakan dengan gradasi warna biru langit hingga ungu muda. Jika gradasi warna semakin ke arah ungu maka semakin tinggi intensitas hujannya. Kisaran intensitas hujan berdasarkan skala warna dBZ dan mm/jam disajikan seperti dalam tabel berikut: Skala dBZ pada legenda berkisar 5 - 75 yang dinyatakan dengan gradasi warna biru langit hingga ungu muda. Jika gradasi warna semakin ke arah ungu maka semakin tinggi intensitas hujannya. Kisaran intensitas hujan berdasarkan skala warna dBZ dan mm/jam.
disajikan seperti dalam tabel berikut:
Kategori Intensitas Hujan | Nilai dBZ | mm/jam |
---|---|---|
Hujan ringan (light rain) | 25 s/d 35 | 1 s/d 5 |
Hujan sedang (moderate rain) | 35 s/d 45 | 5 s/d 10 |
Hujan lebat (heavy rain) | 45 s/d 55 | 10 s/d 20 |
Hujan sangat lebat (very heavy rain) | >55 | >20 |
Waktu Pengamatan dalam UTC / GMT ( WIB = UTC+7 )
Stasiun Klimatologi Riau
Jl. Unggas, Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru, Provinsi Riau (28284)
+62 (761) 8411831
staklim.riau@bmkg.go.id
Severity: Notice
Message: Undefined variable: media
Filename: layout/footer.php
Line Number: 72
Backtrace:
File: /var/www/html/web-staklim-kampar/application/views/layout/footer.php
Line: 72
Function: _error_handler
File: /var/www/html/web-staklim-kampar/application/controllers/Service.php
Line: 176
Function: view
File: /var/www/html/web-staklim-kampar/index.php
Line: 315
Function: require_once
Severity: Warning
Message: Invalid argument supplied for foreach()
Filename: layout/footer.php
Line Number: 72
Backtrace:
File: /var/www/html/web-staklim-kampar/application/views/layout/footer.php
Line: 72
Function: _error_handler
File: /var/www/html/web-staklim-kampar/application/controllers/Service.php
Line: 176
Function: view
File: /var/www/html/web-staklim-kampar/index.php
Line: 315
Function: require_once
Severity: Notice
Message: Undefined variable: berita
Filename: layout/footer.php
Line Number: 95
Backtrace:
File: /var/www/html/web-staklim-kampar/application/views/layout/footer.php
Line: 95
Function: _error_handler
File: /var/www/html/web-staklim-kampar/application/controllers/Service.php
Line: 176
Function: view
File: /var/www/html/web-staklim-kampar/index.php
Line: 315
Function: require_once
Severity: Warning
Message: Invalid argument supplied for foreach()
Filename: layout/footer.php
Line Number: 95
Backtrace:
File: /var/www/html/web-staklim-kampar/application/views/layout/footer.php
Line: 95
Function: _error_handler
File: /var/www/html/web-staklim-kampar/application/controllers/Service.php
Line: 176
Function: view
File: /var/www/html/web-staklim-kampar/index.php
Line: 315
Function: require_once